Sunday, May 24, 2009

You'll be in my heart


Kududuk bersandar di dinding. Hari itu tengah hari yang panas, namun entah kenapa hatiku terasa dingin. Satu tanganku memegang Nokia N-gage dan mulai mengutak-utik tombolnya. Kamu sedang duduk bersila disana, tak jauh dari sisiku. Sibuk menatap ke layar komputer. Kutekan tombol play, dan mengalunlah sebuah melodi lagu....


For one so small you seem so strong
My hand will hold you keep you safe and warm
This bond between us cant be broken
I will be here dont you cry


Tak terasa air mataku menetes. Tak kusadari, kau sudah ada disampingku. Aku menangis karena teringat mendiang ibuku, dan kaupun ikut menangis, entah karena apa.
Sambil diiringi melodi lagu, berdua kita bersandaran dan saling berpegangan tangan. Lagu itu terus saja berulang, suara lembut Glenn Close menyanyikan lagu yang seakan berasal dari lubuk hatiku. Tak ada kata yang terucap antara kita berdua, hanya lagu yang memenuhi seluruh ruangan.

Setelah kurasa cukup, kumatikan lagu itu. Kuusap air mataku dan kupandang dirimu yang berada tepat di depan mataku. Kau menatapku dengan mata beningmu. Dan berdua kita tersenyum.
Kau kembali sibuk di depan komputer, dan aku kembali bersandar. Namun kali ini, hatiku terasa hangat.

Sembilan tahun berlalu semenjak hari itu, dan rasa itu selalu kuingat. Aku tak tahu dimana kau berada kini. Tapi setiap kali aku mendengar melodi itu, pikiranku kembali ke saat itu. Dan kembali kau hadir, dengan sepasang mata beningmu.

We’ve been through a lot
And seems the word friends has left us by
Where ever you are now
I just want you to know
That I will always remembering you

Dedicated for: my arale
Soundtrack: OST Tarzan - You’ll be in my heart by Glenn Close & Phil Collins

Susah ga susah tetep....


Jaman lagi susah. Hmmm...apa iya siy?

Ada yang mengangguk setuju, tapi gak sedikit yang bilang. Ah biasa aja tuh!
Memang, akhir-akhir ini topik yang memprihatinkan (bagi saya pribadi) banyak muncul di headline media komunikasi. Mulai dari koran, berita TV sampai infotainment.
Dari dampak resesi global sampai proses pemilu presiden. Kayaknya kok tidak bisa dibilang berjalan mulus.

Setiap orang bisa memilih sudut pandang masing-masing. Jika dilihat dari kacamata orang yang mendapat pemberitahuan mendadak dari perusahaan bahwa dirinya sekarang mendapat PHK, well...jaman emang susah sodara-sodara. Tapi kalo dilihat dari para remaja yang membawa 'BB' ke sekolah, ya hidup indah-indah aja (tergantung siy, kalo dilihat dari ribetnya peraturan sekolah yang ngelarang ini itu apa ortu yang cerewet, my life miserable! )

Memang sih, definisi 'susah' itu relatif, sekali lagi, tergantung dari sudut pandang masing-masing orang. Ada yang hidupnya pas-pasan, bahkan buat makan aja gak bisa setiap hari, tapi merasa bahwa hidupnya bahagia dan tidak kekurangan apapun. Ada juga yang uangnya bertumpuk-tumpuk sampai tujuh turunan gak abis-abis, tapi merasa hidupnya penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan.

Aku jadi teringat suatu peristiwa. Saat itu saya sedang menunggu seorang kawan di food court sebuah mall di Jakarta. Waktu itu hari minggu, jadi suasananya ramai sekali. Hampir saja saya gak bisa dapet tempat duduk. Karena gak enak kalo cuma duduk aja, kepaksa deh saya beli minuman dan makanan kecil -demi- supaya gak diusir.
Di depan saya duduk seorang ibu muda dengan 2 anak kecil, kira-kira berumur 5 dan 7 tahun. Di meja lain, dekat dengan mereka, duduk seorang wanita muda. Melihat seragamnya saya berasumsi dia adalah penjaga anak-anak itu.

Sebetulnya, saya tipe orang cuek. Namun saat itu, mungkin karena bosan menunggu atau juga karena penghuni meja epan saya itu ribut sekali, mau tidak mau perhatian saya tertuju pada mereka.
Saya melihat, hanya dengan dua orang dewasa, pesanan makanan mereka cukup banyak. Sampai-sampai meja mereka tidak ada tempat kosong lagi. Setelah beberapa saat , mereka pergi. namun ada hal yang membuat saya terkejut, makanan mereka hampir-hampir tak tersentuh!
Mungkin hanya dimakan sesendok dua sendok, tapi selebihnya dibiarkan saja atau hanya diacak-acak.

Sebagai anak kos dengan gaji pas-pasan, hal itu otomatis menarik minat saya. Hati saya agak miris, mengingat jumlah makanan itu cukup banyak (kalau saya bungkus bisa buat makan temen-temen satu kos) Belum lagi harganya yang cukup mahal.

Ketika teman saya datang, saya ceritakan hal itu padanya. Tanggapannya cukup membuat saya terkejut, dia bilang: Lho, mereka kan sudah bayar, jadi gak masalah donk?
Wow...ternyata ada juga jalan pemikiran seperti itu. Asalkan mampu membeli, mereka berhak melakukan apa saja. Kasarannya, duit duit gue,terserah donk mau gue apain!

Saya jadi membayangkan, andaikata 'sisa' makanan itu diberikan kepada seorang kuli panggul di pelabuhan, pastilah makanan itu dapat memberikan tenaga yang cukup untuknya. Itupun masih ada sisa untuk dibawa pulang untuk keluarganya yang menanti di rumah.

Atau jika uang yang digunakan untuk membeli makanan itu diberikan pada seorang anak jalanan, mungkin dia dapat menabung untuk masa depannya.

Yeah...saya ga akan membuat demo untuk menuntut adanya satpammakanan di setiap gerai food court. Tapi setidaknya saya dapat memastikan bahwa orang yang makan bersama saya tidak menyia-nyiakan makanan yang dibelinya. Bagi saya pribadi, setiap makanan itu berkat. Dan bagi saya, alangkah berdosanya jika saya menyia-nyiakan berkat yang saya terima jika orang lain harus berjuang untuk mendapatkannya.

So kesimpulannya, jaman memang lagi susah. Susah untuk kesusahan yang ada, atau susah untuk merasakan susah? Nah loh, makin dipikir kok makin susah ya??


Tuesday, May 5, 2009

Once upon a time


Dulu pernah ada suatu cerita yang kudengar.
Ada seekor ulat yang selalu menggerutu. Ketika dia melihat seekor kijang melintas, dia berkata,

" Mengapa aku begitu malang, kuberjalan begitu lambat. Beruntungnya kijang itu dapat berlari sedemikian kencang"

Ulat itu merambat lagi, dan dia melihat seekor merak.Kemudian dia berkata,

" Mengapa aku begitu malang, tubuhku begitu buruk dan tak menarik. Beruntungnya merak itu dapat berwujud sedemikian menarik dan indah"

Ketika ulat itu mengadahkan kepalanya, dan dia melihat seekor burung terbang di angkasa.
Ulat itu kembali berkata,

" Mengapa aku begitu malang, aku hanya dapat melata, berharap tak terinjak dan mati. Beruntungnya burung itu, dapat terbang demikian tinggi"

Akhirnya ulat itu sampai ke sebuah dahan. Dia merasa sangat lelah dan dingin. Dibungkus tubuhnya dengan selimut tebal, dan diapun mulai tertidur.

Beberapa hari kemudian, ulat itu pun terbangun. Dia terkejut mendapati sekelilingnya begitu gelap. Belum lagi sempit yang terasa, ulat itu nyaris tak dapat bergerak. Merasa tak tahan dengan keadaannya, dia pun mulai menangis.

Tiba-tiba terdengar suara yang berkata,
" Mengapa kau menangis? Cepatlah keluar, kau bisa mati jika terus di dalam!"

Rupanya itu suara kancil yang kebetulan lewat.
Si ulat merasa jengkel,
" Kamu tidak lihat apa? Aku terperangkap disini. Lagian ini sepertinya tempat yang tinggi. Kalau aku keluar aku bisa jatuh dan mati. Jangan seenaknya bicara! "

Kancil itu tertawa,
" Kau tidak akan jatuh kupu-kupu bodoh, kau kan bisa terbang"

Ulat itu tertegun sejenak, kemudian dengan marah dia berkata,

" Hey, aku ini ulat bukan kupu-kupu! "

Hari-hari berlalu, si Kancil kembali ke tempat itu. Dan dia melihat seekor kupu-kupu, mati dialam sebuah kepompong yang dibuatnya sendiri.