Thursday, September 5, 2013

Kala itu di 5 September

ini adalah sebuah surat
yang ditulis dengan kasih
dituturkan dengan jujur
dan dilipat dengan rasa
ini adalah untukmu yang berada di surga
 

1.
 
Hari ini, lebih dari tiga dasarwarsa yang lalu, seorang wanita muda berjuang untuk melahirkan anak pertamanya.  Anaknya yang sulung, yang telah dinantikan 10 tahun lamanya. Matanya melirik ke arah kanan dan kiri, pikirannya gelisah.

Anak ini bandel sekali pikirnya. Sudah lebih dari 2x24 jam dia terbaring dengan keadaan perut melilit, dan bayi ini belum juga menunjukkan tanda untuk keluar dari rahimnya.
Wanita-wanita lain di kanan dan kirinya sudah silih berganti, tetapi setiap dia bertanya, perawat itu selalu menjawab:
 

"Belum ibu, bukaannya belum siap, dan ketubannya pun belum pecah"

Dalam hati dia menyumpah-nyumpah, sungguh tidak enak berada dalam keadaan ini. Sang suami dengan sabar mencoba menenangkannya, tetapi dia malah tambah emosi. 


2.

Wanita itu bergerak gelisah di ranjangnya. Walau begitu, ia terlihat cantik pikir pria itu. Well, dia memang selalu terlihat cantik. Dan sungguh dia merasa beruntung karena telah menjadi suaminya.

Pria itu ingat dikala - akhirnya - sang wanita menganggukkan kepala saat dia meminangnya. Hatinya bagaikan terbang ke awan. Diapun berjanji dalam hati, untuk selalu membuatnya bahagia, selama masa hidupnya.

Apalagi saat ini, ketika wanita yang sama, terbaring tak berdaya, berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Bayi yang telah dinantikan selama satu dasawarsa.
Banyak yang berkomentar agar pria itu menyerah saja, agar mengambil bayi di panti asuhan untuk diadopsi. Pancingan kata mereka. Tetapi istrinya tak pernah bergeming. 

"Aku mau mencurahkan sepenuhnya kasih sayang untuk anak kita mas" begitu selalu kata istrinya.

Maka dia pun menurut. Dengan sabar mereka berdua menantikan kehadiran calon buah hati. Harapan yang membuncah, kemudian kandas, kemudian membuncah lagi. 
Gelombang harapan yang menyapu hati mereka selama ini akhirnya terbayarkan sudah. Istrinya dinyatakan hamil walaupun harus menjalani perawatan yang ketat. Mereka berdua menurut. Hal ini terlalu berharga untuk digagalkan oleh perbuatan sembrono ataupun egois.

Dan saat inipun Tuhan menguji kesabaran mereka lagi. 
Walau sudah masuk masa lahir, si bayi tetap tidak menampakkan tanda-tanda muncul ke dunia.

Diapun menghela napas,  

"Anakku, cepatlah keluar, kami sudah sangat ingin melihatmu" bisiknya lembut.

3.

Menjelang tengah malam, tiba-tiba wanita itu tersentak bangun. Kakinya terasa basah.
Ketubannya pecah. Diapun membangunkan suaminya. Suaminya bergegas berlari keluar kamar dan memberitahu perawat. Dia segera dipindahkan ke ruang bersalin.
Ini dia saatnya. 

Ketakutan.
Kesakitan.
Sungguh dia tidak tahu apa yang akan terjadi.
Keringat mengalir deras membanjiri wajahnya.

Oh Tuhan...bantu aku...


4.

Dini hari itu, suara tangisan bayi yang sangat keras terdengar dari ruang bersalin.

"Selamat ibu Ellya! Bayinya perempuan, dan sangat sehat" kata Dokter Erlyn.

Wanita itu mencari-cari wajah bayinya.
Dokter Erlyn mendekatkan bayi itu padanya. 
Benar anak itu sangat sehat, suaranya sangat keras. 
Seluruh tubuhnya sempurna tanpa cacat.
Matanya mengernyit, bayinya tampak hitam dan berminyak. 
Jelek sekali seperti anak babi. 

"Aku harus menebalkan rambutnya dan membentuk kepalanya, sungguh tak elok seorang perempuan berbentuk seperti ini"  pikirnya dalam hati.

Serorang perawat bertanya padanya,  

"Siapa nama anaknya bu?"

Dia terdiam sebentar, lalu langsung mengucapkan deretan kata yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari.

 "Namanya Erlyana Anggita Sari"
 

5.

Seorang wanita, di hari yang sama, 31 tahun kemudian.
Menatap ke layar monitor di depannya.
Jemarinya mengetikkan kata-kata yang didengarnya berkali-kali saat dia masih kecil.
Terbayang wajah ibunya yang mengejeknya, saat bercerita betapa jelek rupanya saat dia lahir.
Betapa ibunya tersiksa saat harus menunggu kelahirannya sampai 3 x 24 jam.
Dan betapa dia sangat mencintainya....


Bibirnya meringis.

Betapa waktu cepat berlalu.
Saat ini, dia berada di usia yang sama saat ibunya melahirkan dia dulu.
Sembari menuntaskan kisahnya, dia pun berdoa dalam hati.

Selamat untukmu mama
Karena telah berhasil melahirkanku ke dunia
Terimakasih atas kesabaranmu
Menantiku hingga selama itu.
Maafkan aku jika mengecewakanmu
Sungguh ku berharap dapat membuat engkau bangga suatu saat nanti.

Ku harap mama tak pernah menyesal
karena melahirkanku.
Hari ini, tepat 31 tahun yang lalu.

Doa untukmu kudaraskan.
Semoga kau berbahagia 
disana, di dalam surga


***