sumber gambar dari sini
Sewaktu saya kecil, ibu sangat sering memarahiku. Anehnya, setiap marah, beliau selalu mengatakan :
Untuk yang anaknya masih bayi hingga balita, kepribadian anak-anak ini menonjol dengan cara-cara yang unik. Ada yang
pendiam, ada yang posesif, ada yang tertutup, ada yang banci tampil.
Sungguh beraneka rupa. Saya juga mempelajari cara teman - teman saya mengasuh anak-anaknya. Cara mendidik, cara mendisiplinkan, dan hal-hal lainnya.
Semasa kecil, SD terutama, saya memiliki masalah
untuk fokus pada satu bidang. Saya modah bosan untuk melakukan satu hal
yang sama dalam waktu yang lama, sehingga reflek saya melakukan
kegiatan lain.
Walau bukan termasuk anak nakal, saya tidak bisa
diam. Entah mengajak bicara, menggerak-gerakkan kaki, bermain sendiri,
apapun asal tidak dalam keadaan diam.Seperti ketika SD kelas V, kami satu kelas diminta untuk mempelajari suatu bab di buku pelajaran. Karena lebih mudah dan lebih mengasyikkan kalau bersama-sama, maka saya mengajak teman saya sebangku dan teman di depan saya untuk bermain kuis. Bergantian kami tanya jawab, siapa yang benar dapat point. Yang menang dapat gratis nasi rames (Rp. 100 kala itu..terdiri dari nasi putih 3 sendok makan+beberapa butir kering tempe+ satu sendok makan mihun). Ketika asik bertanya jawab, nama saya diteriakkan oleh bu Guru. Satu kelas hening, semua mata tertuju ke saya.
Bu Guru : "NANA!!! Kamu itu disuruh belajar bukannya main. Ngapain kamu ribut sendiri??!!"
Saya: "Loh bu, saya gak main kok, saya belajar sama teman-teman"
Bu Guru: "Belajar apa, berisik begitu!!"
Saya: "Kalau Ibu ga percaya, tanya aja, nanti saya jawab"
Dan ibu guru pun mulai menanyakan deretan pertanyaan, yang tentu saja bisa saya jawab semua.
Memang dasar orde baru dimana kekuasaan mutlak dan tak terbantahkan, saya tetap dihukum untuk membersihkan kamar mandi selama seminggu.
Jengkel...tapi bisa apa...terpaksa saya jalani hukuman itu.
Ya..begitulah..
Kalau saya SDnya sekarang, mungkin orang tua saya akan mencak-mencak ke sekolah dan mengadukan ke wartawan bahwa terjadi penganiyayaan oleh guru...well...tapi orang tua saya tidak se-lebay itu....thanks God.
Saya jadi ingat salah satu anak teman saya yang bernama Nicho. Nicho ini juga tidak bisa diam. Gerak kesana kemari, dan karena ingin bermain, maka ngajak orang lain untuk 'bergabung'.
Saya ingat waktu bertemu Nicho saat acara reuni SMA. Ibunya benar-benar panik waktu dia dekat-dekat dengan seorang teman yang sedang hamil. Takut di slam-dunk katanya.
Terus, ketika ibunya memberikan botol M&M dengan harapan Nicho duduk diam, Nicho berinisiatif menjadikan botol M&M itu menjadi microphone. Berdiri di kursi dan mulai jadi MC!
Itu sungguh-sungguh epic!!
Sebagai keterangan, kala itu kami reuni di sebuah restaurant di Mall, yang tentu saja tidak kami sewa pribadi. Dan suara Nicho keras!
Saya sakit perut karena tertawa, sedangkan ibunya panik tingkat tinggi.
Tapi, yang paling saya suka. Ibunya Nicho tidak memarahi Nicho sama sekali. NIcho dialihkan ke hal lain yang dapat membuat dia sibuk. Seperti disodorin tablet agar dia bisa asik main game. Satu hal ini, saya bangga pada teman saya, ibu Nicho yang sebaiknya tidak disebutkan namanya demi nama baik.
Saya juga punya beberapa teman yang disebut 'nakal' saat kecil dan saat ini menjadi orang-orang sukses. Nakal disini bukan nakal yang kriminil ya, teman-teman saya baik-baik semua..hehehe..
Nakal dalam artian tidak bisa diam, usil dan senang melakukan hal-hal baru.
Ada yang menjadi seorang terapist lulusan Kanada dengan beasiswa full, dan saat ini memiliki yayasannya sendiri.
Ada yang menjadi Manager dari sebuah perusahaan besar.
Ada yang menjadi Asisten VP dari sebuah bank ternama di tanah air.
Ada yang sekarang di luar negeri menjadi programmer sekaligus traveler.
Dan banyak lagi...
Dari yang saya perhatikan , mereka bisa berhasil seperti ini, tidak lain karena bimbingan orang tua mereka.
Sama seperti Ibunya Nicho, orang tua teman-teman saya ini bersikap positif terhadap ke'nakal'an anak-anaknya.
Mereka disibukkan dengan kegiatan-kegiatan positif, didorong untuk aktif berorganisasi, dan diasah untuk menjadi pelindung dan bukan penjajah. Sama seperti yang dilakukan oleh orang tua saya kepada saya dulu. Kami tidak pernah disebut nakal dan dikata-katai dengan kata-kata kasar. Disaat kepercayaan diri kami runtuh, mereka meyakinkan kami bahwa tidak ada yang tidak bisa kami lakukan.
Saya tersenyum...
Saat ini, kami sudah beralih peran.
Dari anak-anak 'nakal' yang menyusahkan guru dan orang tua, menjadi orang tua serta guru bagi anak-anak kami.
Menilik pengalaman kami saat kecil, sungguh saya berharap, bahwa kami tidak lupa seperti apa kami saat kecil dulu, dan bisa menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kami.
because we are human
with err and weakness
future always there
behold in front of us
with little hands that we holding
and smile that we hope
shall stay forever
even when we had let go
***