Ketika ku kecil, tidak terlintas di benakku untuk mengenal lebih jauh sosok kedua orangtuaku. Aku hanya mengenal sosok papa dan sosok mama. Tentang betapa galak dan cerewetnya mama, dan kebaikan serta kesabaran papa yang tak pernah menolak apapun yang kuminta. Masa kecilku kulalui dengan tenang, penuh kesenangan dan kebahagiaan kanak-kanak.
Seiring waktu berlalu, keadaan berubah, aku pun belajar untuk melihat bukan hanya sosok 'papa' dan 'mama' tetapi sosok mereka sebagai pribadi. Aku menyadari, bahwa mereka tidak sempurna tapi berusaha menjadi orang tua yang sempurna, untukku.
Aku belajar untuk melihat mereka dari sisi yang berbeda. Dari cerita teman-temanku, aku mengetahui bahwa ayahku merupakan salah satu pegawai yang memiliki pencapaian istimewa di perusahaan tempatnya bekerja. Dengan umur yang masih relatif muda, dia telah menapakkan jejak karirnya di posisi yang tinggi. Istrinya, mamaku, merupakan wanita yang mudah bergaul dan disayang oleh banyak orang. Sosok wanita cantik yang baik hati dan tak pernah berprasangka. Teman-temanku menyebutnya "Tante Cantik yang Baik Hati".
Roda kehidupan pun berputar.
Kini aku menapaki kehidupan sebagai wanita dewasa, meniti karir dan hidup mandiri. Seiring berjalannya waktu, teman-temanku mulai menjadi ayah dan ibu. Mereka berbagi kisah mereka tentang menjadi orang tua. Kegugupan, ketidakpastian, pengharapan dan pengabdian terhadap anak-anak mereka. Dan akupun mulai menyadari bahwa orang tuaku dulu pasti merasakan kegugupan yang sama saat menjadi orang tua. Saat aku tak bisa berhenti menangis, atau ketika aku mengompol di saat pernikahan keluarga. Atau ketika aku hilang saat pesta natal karena terlalu asik menjelajah. Kepanikan, amarah dan kedisiplinan itu mulai menjadi masuk akal.
Saat rambut orangtuaku tak lagi hitam. Ingatan mulai memudar. Kekuatan yang mulai meluruh. Aku melihat mereka sebagai manusia.
Aku menghargai pencapaian ayahku di masa mudanya, bahwa perjuangan dan pencapaiannya bukanlah sesuatu yang datang begitu saja.
Aku mempelajari kerjasama mama dan papa dalam mengelola rumah tangga, dan memahami bahwa 25 tahun usia perkawinan sungguh-sungguh merupakan hal membanggakan.
Aku pun tumbuh sebagai manusia, berdasarkan kesalahan, keberhasilan, kekeliruan, dan perjuangan mereka.
Aku bukan lagi seorang anak, melainkan seorang dewasa yang berjuang untuk dapat memberikan hal yang kuterima dulu kepada keluargaku kelak.
Aku beranjak dari seorang anak yang diobati lukanya saat terjatuh dari sepeda, menjadi seorang manusia yang belajar bertahan menghadapi hidup yang tak selalu ramah.
Orang tuaku telah menghilang.
Mereka kini menjadi temanku, dimana kami tak selalu seiya-sekata, dan menempuh kehidupan masing-masing, di dunia yang berbeda. Kami berbicara sebagai sesama dewasa, walau terkadang, sebagai orang tua, tersilap rasa untuk menyimpan gadis kecilnya untuk selamanya.
Dari kesemua yang terjadi, segala hal yang telah dilalui, kenangan manis dan pelajaran pahit, aku sadar sesadarnya bahwa diriku adalah hasil asuhan dan didikan mereka. Dan aku berterimakasih, bahwa apa yang kulalui menjadikan diriku saat ini.
Terakhir, ku hanya ingin mengatakan:
"Mom, Dad, you have done your job well done and I'm so proud to be your daughter"
***
No comments:
Post a Comment